ASKETISME saat Stay at Home
Sudah hampir satu bulan pemerintah Indonesia menghimbau sosial distancing dan swakarantina di rumah. Bosan karena terperangkap di rumah saja sudah pasti, tapi memilih stay at home selama pandemi Corona adalah langkah bijaksana.
Orang yang terbiasa berpikir positif, dalam kondisi yang paling terhimpit sekalipun tetap mampu memproduksi pikiran dan karya yang positif. Stay at home dengan segala persoalan yang muncul, sebaiknya bukan alasan untuk tidak produktif.
“Justru saat hening bisu, saat yang paling tepat untuk me-refress diri. Menajamkan mata hati, mengevaluasi yang telah berlalu dan mengidentifikasi langkah kedepan sesuai tantangan yang ada. Dengan demikian kita tetap menjadi yang terdepan dan akan diikuti oleh sekolah sekolah lain,” kata Darmawan Sunardja.M.MPar Kepala Sekolah SMK Pariwisata Metland Cileungsi saat menjelaskan : “Strategi Pembelajaran online selama Ramadhan, dan Upaya Membangun Kekhusyuan bulan Suci di Era Pandemi, Metscho 10 April lalu.
Menurut Pak Darmawan, biasa dipanggil, justru saat hening seperti sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk menajamkan dimensi bathin seseorang kemudiannya menemukan ide dan gagasan baru yang lebih cemerlang. Menjadi lebih bahagia dan hidup bermakna bagi orang lain.
Kondisi bathin yang refress, dalam situasi spiritual yang kudus, pada gilirannya melahirkan energi pendorong yang luat biasa untuk menemukan sesuatu yang baru. Akurasi ide dan gagasan akan lebih mengarah ke masa depan, bisa dipertanggungjawabkan dan semuanya terbimbing oleh energi Tuhan. Praktek asketik semacam ini dalam Islam pada hakekatnya sudah ada sejak Rasululah Saw melakukan aktivitas bertahannust di gua Hira, saat menerima wahyu pertama. Hal ini merupakan pertanda bahwa praktek asketisme dalam Islam sebagai langkah awal lahirnya kehidupan baru, tatanan dunia baru yang lebih baik dan terbimbing.
Asketisme adalah praktik keagamaan yang menganjurkan umatnya untuk menanamakann nilai-nilai agama dan kepercayaan kepada Tuhan, dengan jalan melakukan latihan-latihan dan praktek-praktek rohaniah.
Salah satu bahasan asketik yang paling populer dari tradisi ini adalah apa yang diistilahkan dengan Tafaqur, Tadabur, dan Tasyakur. Tema ini pernah penulis sampaikan saat khutbah jum'at di Mushola Al-khawarizmi SMK Pariwisata Metland seminggu sebelum kami melakukan swakarantina di rumah masing masing.
Urgensi Tafakur Tadabur
Istilah dalam Bahasa Arab Tafaqur, Tadabur, dan Tasyakur itu satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Jika manusia tidak suka tafakkur, tidak mau tadabbur (meneliti) terhadap fenomena-fenomena alam ciptaan Allah SWT, maka sulit untuk dapat bersyukur kepada Sang Pencipta alam ini, karena hatinya penuh dengan kegelapan. Menjadi orang yang takabbur dan kufur (kufur nikmat) atau sebaliknya pesimis dan patalistis.Segala kenikmatan yang diberikan Allah SWT lebih banyak digunakan untuk melakukan kedurhakaan alias maksiat. Akibat dari kekufuran ini, maka adzab Allah SWT yang akan dirasakan. Al-Qur’an menjelaskan, banyak negeri dan bangsa dihancurkan Allah karena manusia atau penghuni negeri itu tidak pandai bersyukur.
Tafakur dalam pengertian sederhana artinya berfikir, memikirkan, merenungkan, atau meditasi terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Dalam Al-Qur’an, tafakkur diperintahkan oleh Allah SWT sesuai Surat Ali Imran ayat 190-191,:
“Sesungguhnnya semua manusia diperintahkan untuk bertafakur menerenungkan tanda-tanda atau fenomena-fenomena alam ciptaan tuhan, agar timbul kesadaran bahwa dibalik itu ada dzat yang maha kuasa, yang maha agung, dan yang maha bijaksana yaitu sang pencipta, Allah SWT.”
Menuruut para sufi, Tafakur adalah cara untuk memperoleh pengetahuan tentang tuhan dalam arti yang hakiki. Para Ulama mengatakan bahwa tafakur itu ibarat pelita hati, sehingga dapat terlihat baik dan buruk maupun manfaat dan madharat dari segala sesuatu.
Sedangkan tadabur adalah suatu gambaran penglihatan hati terhadap akibat-akibat sebuah kejadian. Baik tafakur maupun tadabur, keduanya sama-sama dilakukan dengan menggunakan mata hati. Bedanya, tafakur dilakukan untuk meneliti dalil atau indikator segala sesuatu hal, sedangkan tadabur dilakukan untuk meneliti akibat-akibatnya.
Tasyakur artinya bersukur atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT.
Tafakur dan Tadabur itulah yang akan mengantarkan manusia pada tasyakur. Hasilnya, manusia akan pandai bersyukur dengan memanfa’atkan nikmat yang diberikan padanya di jalan yang benar sesuai kehendak-Nya. Dalam kondisi dan situasi apapun.
Pada sempit dia berlapang dada, pada bahagia dia pandai bersyukur dan berarti bagi sesama. Semoga saat stay at home seperti sekarang ini menggiring kita untuk selalu bersikap bijak. Tidak mudah mengeluh, menyalahkan sana sini. Tetap beristighfar menjadi hamba Allah yang kenal diri, dan dekat dengan Tuhannya.
Mengajar di SMK Pariwisata Metland, Menerima layanan Konseling Spiritual dan Trainer Humanitarian Programe
Jiwa Bahagia
Orang yang beriman adalah orang yang berjiwa Rasululllah. Bagaimana jiwa Rasulullah ? Rasulullah menyandang jiwa yang suci (A-nafs al-muzkiyah). Yaitu jiwa yang selalu menjaga kebersihan diri. Membersihkan diri dari hawa nafsu, godaan syaitan dan arogansi diri. Sehingga penyandang jiwa ini akan terhindar dari semua perbuatan Perbuatan yang merugika diri sendiri dan mencelakakan orang lain. Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” [QS Asy Syams (91):9-10].
Rasulullah SAW bersabda: ''Tidak ada salahnya seseorang memiliki kekayaan asalkan dia tetap bertakwa. Akan tetapi, bagi orang yang bertakwa, kesehatan lebih baik daripada kekayaan. Selain itu, hati yang bahagia (thibin nafs) adalah bagian dari (kenikmatan) surga).'' Hadis riwayat Ibnu Maajah.
Di dalam hadis-hadisnya, Rasulullah menjelaskan kesehatan dan kestabilan jiwa (mental) seseorang memiliki beberapa indikasi antara lain adanya rasa aman. Ini disebutkan dalam sabdanya: ''Siapa yang menyongsong pagi hari dengan perasaan aman terhadap lingkungan sekitar, kondisi tubuh yang sehat, serta adanya persediaan makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dia telah memperoleh seluruh kenikmatan dunia.'' (HR Tirmidzi).
Jiwa yang stabil juga ditandai dengan sikap tidak meminta-minta kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda: ''Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Tindakan kalian mengambil seutas tali lalu mencari kayu bakar kemudian memikulnya di atas punggung adalah lebih baik (mulia serta terhormat) ketimbang mendatangi seseorang lalu meminta-minta kepadanya baik ia kemudian diberi sedekah atau tidak. (HR Bukhari).
Jiwa yang suci adalah jiwa yang sudah meninggalkan semua kemungkaran dan mengerjakan sebanyak-banyak kebajikan dengan keikhlasan. Karena itu mensucikan jiwa karena Allah adalah langkah cerdas jiwa untuk mencapai kualitas taqwa kepada Allah
Allahu a’lamu bishshawab.
Dari berbagai sumber
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah
Rasulullah SAW bersabda: ''Tidak ada salahnya seseorang memiliki kekayaan asalkan dia tetap bertakwa. Akan tetapi, bagi orang yang bertakwa, kesehatan lebih baik daripada kekayaan. Selain itu, hati yang bahagia (thibin nafs) adalah bagian dari (kenikmatan) surga).'' Hadis riwayat Ibnu Maajah.
Di dalam hadis-hadisnya, Rasulullah menjelaskan kesehatan dan kestabilan jiwa (mental) seseorang memiliki beberapa indikasi antara lain adanya rasa aman. Ini disebutkan dalam sabdanya: ''Siapa yang menyongsong pagi hari dengan perasaan aman terhadap lingkungan sekitar, kondisi tubuh yang sehat, serta adanya persediaan makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dia telah memperoleh seluruh kenikmatan dunia.'' (HR Tirmidzi).
Jiwa yang stabil juga ditandai dengan sikap tidak meminta-minta kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda: ''Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Tindakan kalian mengambil seutas tali lalu mencari kayu bakar kemudian memikulnya di atas punggung adalah lebih baik (mulia serta terhormat) ketimbang mendatangi seseorang lalu meminta-minta kepadanya baik ia kemudian diberi sedekah atau tidak. (HR Bukhari).
Jiwa yang suci adalah jiwa yang sudah meninggalkan semua kemungkaran dan mengerjakan sebanyak-banyak kebajikan dengan keikhlasan. Karena itu mensucikan jiwa karena Allah adalah langkah cerdas jiwa untuk mencapai kualitas taqwa kepada Allah
Allahu a’lamu bishshawab.
Dari berbagai sumber
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah
Mengajar di SMK Pariwisata Metland, Menerima layanan Konseling Spiritual dan Trainer Humanitarian Programe
TEGURAN UJIAN ATAU ADZAB ?
“Tidak ada satu pun musibah (cobaan) yang menimpa seorang mukmin walaupun berupa duri, melainkan Allah SWT akan mencatat untuknya satu kebaikan atau menghapus satu kesalahannya” . (HR. Muslim).
Pengalaman hidup seorang manusia siapapun pasti tidak akan terlepas dari sebuah kondisi suka maupun duka. Membahagiakan atau menyakitkan. Selesai masalah satu muncul lagi masalah yang lain.
Dalam konsisi senang, apakah kita mampu bersyukur dan ihlas berbagi. Dalam keadaan susah mampu kah kita bersabar, dan tetap dalam kepatuhan. Semua masalah datang pasti atas perkenan Tuhan. Oleh karena itu semakin diuji semain dekat sang hamba menghampiri Tuhan. Baik psikolog maupun rohaniawan, menyebut orang dengan tipe ini tergolong orang yang kuat. Kuat bukan karena dia tinggi kuasanya, atau canggih teknologinya, melainkan karena ia hanya bersandar kepada zat Allah Sang Maha Kuat dan yang Maha memberi kekuatan. Rasionalitas dan teknologi terus dipicu justru untuk mencari jalan mudah mengenali Kemahabesaran Allah. Sadar betul bahwa musibah atau kesulitan setingkat dewa sekalipun pada dasarnya adalah kasih sayang Allah dalam bentuk yang lain.
Orang yang KUAT adalah:
-▪︎Orang yang DAPAT BERSERAH saat kekuatiran datang;
▪︎Orang yang DAPAT MENGENDALIKAN DIRI saat amarah menyerang;
▪︎Orang yang DAPAT BERSYUKUR disaat kekecewaan tak kunjung reda;
▪︎Orang yang DAPAT TERSENYUM pada saat terluka.
▪︎Orang yang DAPAT BANGKIT saat terjatuh.
Betulkah setiap musibah adalah ujian Tuhan ?
Musibah bisa tergolong ujian untuk mengingatkan "pangkatnya" seorang hamba disisi Tuhan. Namun ia bisa juga menjadi teguran bahkan adzab. Catatan ini sekedar mengingatkan bahwa Godaan, Teguran, Adzab atau Ujian adalah kata yang sering disebut seolah identik sama. Pa dahal iamemliki kekhasannya sendiri. Tema ini pernah saya bahas saat musibah di negeri datang silih berganti. Pertiwi berduka ditelan lara, beberapa waktu lalu.
contoh kasus: "Bila ada seorang siswa di sekolah yang tidak naik kelas karena ia sering bolos dan malas belajar. jangan bilang “siswa ini tidak naik kelas. Ia sedang diuji Tuhan”. Penggunaan kata Ujian bagi siswa pemalas tersebut, tidak benar. Sebab yang dialami siswa ini bukan ujian melainkan Godaan. Maka itu harap selalu diingat, jalan menuju kebaikan tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Akan selalu ada penghambatnya. Penghalang atau badai penghadang seseorang untuk berbuat kebaikan, atau penghalang mereka yang hendak menuju Tuhan diistilahkan dengan Godaan.!
Jadi pada dasarnya siswa yang tidak naik kelas karena malas belajar adalah siswa yang tak mampu menghalau godaan. Antara lain misal tadi, Kemalasan. Inilh yang dimaksud dengan firman Tuhan
( وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ) النساء/79
“Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” QS. An-Nisa;: 79.
Godaan harus dilawan, Ujian harus ikhlas diterima
Jika seorang muslim sholeh dan taat ibadah, selalu bersyukur terkena musibah, maka kelompok ini diberi kabar gembira dengan menaikkan derajat di sisi Allah karena kesabarannya menerima musibah tersebut. Musibah bagi orang soleh dan para nabi inilah yang disebut dengan Ujian!. Ujian datang dari Allah SWT dan sang Pemberi soal amat mengerti kualitas dan kapasitas peserta ujian. Soal kelas XII tidak akan diberikan untuk kelas X. Maksudnya Allah SWT tidak memberikan ujian diluar batas kemampuan hambanya.
Godaan datang dari syetan. Berbeda dengan ujian yang datang sesekali, godaan datang setiap waktu. Ia tidak peduli apakah manusia penerima godaan sanggup apa tidak menyelesaikannya. Uniknya, rupa rupa jenis godaan kerapkali identik dengan keinginan manusia. Ketika manusia terus menerus mengikuti godan. Terus memperturutkan hawa napsu keinginannya hingga lupa daratan lupa lautan, maka tidak lama setelah itu, Tuhan turunkan Karma untuknya. Karma (karya manusia) itulah yang kemudian diistilahkan dengan teguran atau peringatan.
Misalnya Allah menghendaki (musibah) bagi seseorang berupa penyakit yang sulit sembuh, kecelakaan, kebakaran atau kehilangan harta benda , maka sebetulnya Allah sedang (menegur) mengingatkan manusia agar mereka takut dan segera kembali kepada Allah
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)," QS asy-Syu’ara’ [42] : 30. Diharapkan teguran atau peringatan bisa menyadarkan seseorang yang dianggap sudah menyimpang. Namun ketika teguran demi teguran secara berjamaah disepelekan, ketika peringatan Tuhan ramai ramai diabaikan, maka muncul lagi (musibah) yang lebih dahsyat. Lebih mengerikan. Musibah semacam itulah yang berindikasikan sebagai b>Adzab!
Berbeda dengan teguran yang bersifat individu , maka cakupan adzab berlaku umun dan berskala lebih luas, Nasional bahkan (global) internasional. Jika pada teguran durasi lebih singkat, maka pada adzab biasanya lebih awet, lama dan susul menyusul. Belom selesai masalah satu, muncul lgi masalah sejenis di tempat lain. Musibah model ini juga bukan untuk orang perorang seperti pada teguran atau peringatan. Tapi untuk kalangan umum, temasuk mereka para hamba Allah beriman. Ikut juga kena imbasnya. Inilah musibah yang berindikasikan sebagai adzab.
Bencana alam banjir yang hampir merata melanda pelosok Negeri, longsor yang menimbun ratusan nyawa, gempa bumi, tanah yang pindah bergerak (likuifaksi) atau tsunami yang menghempaskan ribuan korban jiwa, pada hakiktanya bukan lagi teguran atau peringatan biasa. Inilah musibah yang kemudian disebut sebagai adzab. Contohnya adzab yang menimpa umat Nabi Luth. "Layaknya orang jungkir balik atau terguling, kerap bagian kepala jatuh duluan, lalu diikuti badan dan kaki. Begitu pula Kota Sodom, saat runtuh dan terjungkal, bagian atas kota itu duluan yang terjun ke dalam laut. Allah sebut deskripsi adzab itu dalam Alquran, ''Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu (terjungkir balik sehingga) yang di atas ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.'' (Surat Huud [11]: ayat 82).
Setidaknya ada dua hal yang amat ampuh mendatangkan adzab Allah. 1, musyrik yakni menduakan Tuhan, percaya Tuhan, tapi juga mengakui ada kekuatan lain sebagai pelindung dan penolong. 2, Menganggap Tuhan lupa ( tidak pernah) memberi. Sebab yang teringat hanya yang belum ada, sementara kenikmatan yang sudah diperoleh tak pernah layak disyukuri.
Pandemi Covid 19 dewasa ini apakah ujian teguran atau adzab? Mana lebih pas. Pembaca silahkan ambil kesimpulan sendiri. Tanpa ingin diberi atau takut kehilangan apapun. Ya..untuk menjawab pertanyaan tersebut syaratnya satu : jujur!
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengatakan wabah Covid-19 belum akan usai di kawasan Asia dan Pasifik. Negara-negara diminta mempersiapkan diri menghadapi penularan virus corona berskala besar.“Biar saya perjelas, epidemi ini masih jauh dari selesai di Asia dan Pasifik. Ini akan menjadi pertempuran jangka panjang dan kita tidak bisa mengecewakan penjaga kita,” kata Direktur Regional Pasifik Barat di WHO Takeshi Kasai pada Selasa (31/3). Berdasarkan data yang dihimpun John Hopkins University and Medicine (Coronavirus Resource Center), saat ini terdapat lebih dari 857 ribu kasus Covid-19 yang tersebar di 180 negara. Sementara korban meninggal telah melampaui 42 ribu jiwa. ** (sumber : Reuters)
Mengajar di SMK Pariwisata Metland, Menerima layanan Konseling Spiritual dan Trainer Humanitarian Programe
PEDULI HIDUP BERSIH
Menajaga Kebersihan adalah Tuntutan Iman. Mari bersama peduli kebersihan. Menjaga kebersihan lahir dan kesucian bathin membawa kita pada ajaran Iman yang sesungguhnya.
Dalam hadist nabi yang amat populer disebutkan
اَلنَّظَافَةُ مِنَ الْإِيْمَانِ
“Kebersihan sebagian dari iman.” (HR. Al-Tirmidzi)
Begitu tingginya Islam menghargai hidup bersih, sehingga yang menjaga kebersihan selalu hidup dalam kedaan bersih dan sehat setara pahalanya dengan memelihara keabadian iman dalam diri seseorang. Hidup bersahabat dengan alam, menjaga kebersihan diri dan lingkungan atau isu isu ekologi lainnya, bukan hal yang baru dalam Islam. Pada surat Ar-ruum ayat 41 misalnya Allah menegaskan keharusan kembali bertaubat bagi mereka para pendurhaka karena telah merusak lingkungan.
Sayangnya isu isu ini seperti tenggelam tidak manjadi kajian utama dalam diskusi diskusi keagamaan. Demikian juga dalam praktiknya, seolah menjadi perhatian nomer sekian. Ironis memang. Akibatnya tak dipungkiri banyak lembaga pendidikan Islam, sekolah sekolah agama atau pesantren yang tidak menggap serius prihal kebersihan. Umumnya penyakit gatal yang menyerang kulit para santri di pondok pesantren, misalnya antara lain akibat air yang kotor, sanitasi yang buruk atau istilah lain kurang maksimalnya menjaga kebersihan. Tapi ya itu memang dianggap biasa biasa saja. Sama dengan mudahnya kita menemukan mushola dan mesjid yang tempat wudhu dan buang airnya berbau, bekas air kencing yang tidak mengalir, kotor dan jorok. Sebaliknya mesjid yang bersih, karpet shalat yang harum, tempat wudhu dan toilet yang tidak berbau, alas kaki jamaah yang rapi, tertata baik, menghadirkan rasa aman dan nyaman selama berada di rumah Allah, sesuatu yang masih menjadi dambaan kaum muslimin.
Adanya pandemi Covid- 19 atau virus corona yang mematikan belakangan ini, berdampak positif bahwa orang semakin berhati hati dan waspada tetap hidup bersih!. Padahal jelas dalam konsep awalnya, ada pandemi Corona atau tidak umat Islam hukumnya wajib menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungannya.
Tak kurang bahkan Menteri Agama Fachrul Razi dalam pernyataannya mengijinkan shalat berjamaah di mesjid asal tetap[ kebersihan terjaga, “kecuali kalo mamang kondisi yang darurat dan tak bisa lagi dihindari. Sebaiknya ya di rumah maing masing”. Pada pernyataan melalui whatsapp sekitar pertengahan Maret lalu beliau sempat mengizinkan masjid menggelar pelaksanaan salat Tarawih, buka puasa bersama dan lain-lain, pada Ramadan tahun 2020 ini, asal tetap terjaga kebersihan dan kewaspadaan. “pengambilan air wud betul betul dipastikan air mengalir dengan baik dan ditiap tiap tempat wudhu itu pula disediakan sabun dan anti septik . Mudah- mudahan dengan itu bisa lebih baik dan kemungkinan penularan virus menjadi lebh kecil,” tutur Menag seraya mengajak kaum muslimin banyak berdoa agar pandemi Corona segera berakhir.
Munculnya surat edaran (SE) resmi Kemenag, No 6 th 2020, akhirnya kembali menegaskan agar shalat tarawih dilakukan di rumah masing masing sebagai upaya mencegah, mengurangi penyebaran, dan melindungi pegawai serta masyarakat muslim di Indonesia dari risiko Covid-19," kata Fachrul seperti dilansir Medcom.id, Senin 6 April 2020.
Kembali tetang menjaga kebersihan dalam hadist yang lain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
“Bersuci itu separoh keimanan.” (HR. Muslim)
Saking pentingnya kebersihan, agama ini memposisikannya separuh dari iman. Artinya, tuntutan iman adalah menjaga kebersihan. Maksudnya, puncak pahalanya dilipatgandakan sampai setengah pahala iman. Ada yang mengatakan, maknanya iman menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu, begitu juga wudhu’. Sebabnya, karena wudhu’ tidak sah tanpa iman. Karena harus dengan iman inilah disebut sebagai separoh dari Iman.
Karena itu pula do’a seusai wudhu mengandung permohonan agar Allah selalu menjadikan kita orang orang yang bertaubat dan mensucikan diri.
Allahummajalnii minat tawwaabin waja’alnii minal mutatohiriin (Ya Allah jadikanlah kami orang orang yang bertaubat dan jadikan kami orang yang selalu mensucikan diri) Para ulama mengemukakan bahwa yang dimaksud kesucian diri dalam kaitan itu yakni bukan sekedar menjaga suci badan dari kotoran penyait dan najis lahiriah, melainkan juga suci dari segala kebiasaan buruk dan sifat sifat munafiq
Semoga kita tergolong orang yang mampu mensucikan diri lahir bathin. Karena hanya itulah satu satunya cara masuk menuju jalan Tuhan.
Dalam hadist nabi yang amat populer disebutkan
اَلنَّظَافَةُ مِنَ الْإِيْمَانِ
“Kebersihan sebagian dari iman.” (HR. Al-Tirmidzi)
Begitu tingginya Islam menghargai hidup bersih, sehingga yang menjaga kebersihan selalu hidup dalam kedaan bersih dan sehat setara pahalanya dengan memelihara keabadian iman dalam diri seseorang. Hidup bersahabat dengan alam, menjaga kebersihan diri dan lingkungan atau isu isu ekologi lainnya, bukan hal yang baru dalam Islam. Pada surat Ar-ruum ayat 41 misalnya Allah menegaskan keharusan kembali bertaubat bagi mereka para pendurhaka karena telah merusak lingkungan.
Sayangnya isu isu ini seperti tenggelam tidak manjadi kajian utama dalam diskusi diskusi keagamaan. Demikian juga dalam praktiknya, seolah menjadi perhatian nomer sekian. Ironis memang. Akibatnya tak dipungkiri banyak lembaga pendidikan Islam, sekolah sekolah agama atau pesantren yang tidak menggap serius prihal kebersihan. Umumnya penyakit gatal yang menyerang kulit para santri di pondok pesantren, misalnya antara lain akibat air yang kotor, sanitasi yang buruk atau istilah lain kurang maksimalnya menjaga kebersihan. Tapi ya itu memang dianggap biasa biasa saja. Sama dengan mudahnya kita menemukan mushola dan mesjid yang tempat wudhu dan buang airnya berbau, bekas air kencing yang tidak mengalir, kotor dan jorok. Sebaliknya mesjid yang bersih, karpet shalat yang harum, tempat wudhu dan toilet yang tidak berbau, alas kaki jamaah yang rapi, tertata baik, menghadirkan rasa aman dan nyaman selama berada di rumah Allah, sesuatu yang masih menjadi dambaan kaum muslimin.
Adanya pandemi Covid- 19 atau virus corona yang mematikan belakangan ini, berdampak positif bahwa orang semakin berhati hati dan waspada tetap hidup bersih!. Padahal jelas dalam konsep awalnya, ada pandemi Corona atau tidak umat Islam hukumnya wajib menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungannya.
Tak kurang bahkan Menteri Agama Fachrul Razi dalam pernyataannya mengijinkan shalat berjamaah di mesjid asal tetap[ kebersihan terjaga, “kecuali kalo mamang kondisi yang darurat dan tak bisa lagi dihindari. Sebaiknya ya di rumah maing masing”. Pada pernyataan melalui whatsapp sekitar pertengahan Maret lalu beliau sempat mengizinkan masjid menggelar pelaksanaan salat Tarawih, buka puasa bersama dan lain-lain, pada Ramadan tahun 2020 ini, asal tetap terjaga kebersihan dan kewaspadaan. “pengambilan air wud betul betul dipastikan air mengalir dengan baik dan ditiap tiap tempat wudhu itu pula disediakan sabun dan anti septik . Mudah- mudahan dengan itu bisa lebih baik dan kemungkinan penularan virus menjadi lebh kecil,” tutur Menag seraya mengajak kaum muslimin banyak berdoa agar pandemi Corona segera berakhir.
Munculnya surat edaran (SE) resmi Kemenag, No 6 th 2020, akhirnya kembali menegaskan agar shalat tarawih dilakukan di rumah masing masing sebagai upaya mencegah, mengurangi penyebaran, dan melindungi pegawai serta masyarakat muslim di Indonesia dari risiko Covid-19," kata Fachrul seperti dilansir Medcom.id, Senin 6 April 2020.
Kembali tetang menjaga kebersihan dalam hadist yang lain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ
“Bersuci itu separoh keimanan.” (HR. Muslim)
Saking pentingnya kebersihan, agama ini memposisikannya separuh dari iman. Artinya, tuntutan iman adalah menjaga kebersihan. Maksudnya, puncak pahalanya dilipatgandakan sampai setengah pahala iman. Ada yang mengatakan, maknanya iman menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu, begitu juga wudhu’. Sebabnya, karena wudhu’ tidak sah tanpa iman. Karena harus dengan iman inilah disebut sebagai separoh dari Iman.
Karena itu pula do’a seusai wudhu mengandung permohonan agar Allah selalu menjadikan kita orang orang yang bertaubat dan mensucikan diri.
Allahummajalnii minat tawwaabin waja’alnii minal mutatohiriin (Ya Allah jadikanlah kami orang orang yang bertaubat dan jadikan kami orang yang selalu mensucikan diri) Para ulama mengemukakan bahwa yang dimaksud kesucian diri dalam kaitan itu yakni bukan sekedar menjaga suci badan dari kotoran penyait dan najis lahiriah, melainkan juga suci dari segala kebiasaan buruk dan sifat sifat munafiq
Semoga kita tergolong orang yang mampu mensucikan diri lahir bathin. Karena hanya itulah satu satunya cara masuk menuju jalan Tuhan.
Mengajar di SMK Pariwisata Metland, Menerima layanan Konseling Spiritual dan Trainer Humanitarian Programe
Innaa lillaahi wa Innaa ilaihi Raaji'uun
Sesungguhnya kami milik Allah swt, dan kepada Allah juga kami kembali.
Sebulan pandemi Corona, lima belas Dokter meninggal (Radar ¾-20-). Khususnya kepada para petugas medis mereka yang aktif di pelayanan, juga umumnya masyarakat yang wafat akibat wabah Corona ini kita semua berdoa agar Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, menerima segala amal baiknya, mengampuni segala dosa dan khilafnya dan memperoleh tempat terindah di sisiNya.
Orang beriman akan mengembalikan semua urusan hanya kepada Allah SWT. Karna itu kalimat innaalillahi diatas populer disebut kalimat istirjaa ( pengembalian ). Sayangnya, sejauh ini penggunaan kalimat ini dimutlakkan saat seseorang meninggal dunia, atau jika seseorang tengah dirundung nasib malang. Padahal makna dan konten filosofi dari kalimat ini adalah persoalan yang sangat mendasar dari teologi Islam.
Dalam Al Quran kata Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un terdapat dalam QS. Al Baqoroh : 155 – 156
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٥﴾ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعونَ ﴿١٥٦
Artinya : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun". (QS. Al Baqoroh : 155 – 156)
Ayat ini menjelaskan bahwa manusia akan menerima cobaan berupa hal-hal yang mungkin tidak menyenangkan : berupa. ketakutan, kelaparan, kekurangan harta. Kepergian seseorang yang dicintai dan lain lain.
Alih alih berpikiran negatif (su'udjhan ) kepada Tuhan, orang yang beriman sangat meyakini bahwa Tuhan Allah adalah sumber kebaikan. Ada hikmah dibalik musibah untuk lebih mendewasakan jalan Taqarrub sang Hamba kepada Khaliqnya. Mendorong manusia melihat keagungan dan kebesaran Allah, dari waktu ke waktu pikiran dan perasaannya awas dan teliti mencari hikmah di balik realitas.
Saat menerima hal yang tidak mengenakan (musibah) ia bersabar seraya spontan dari energi Imannya itu terucap : Innaa lillaahi wainna ilaahi raajiuun.
Sesungguhnya kata musibah merujuk pada ayat yang lain, tidak melulu tertuju pada sesuatu yang menderitakan. Pada quran surat QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 35 Allah menyebut musibah dengan kata syar dan khair. Berarti bukan hanya keburukan, kebaikan tahta dan uang bisa tergolong cobaan.
… وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةً۬ۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ (٣٥)
Artinya: “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kami-lah kalian dikembalikan.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 35)
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu mengatakan: “(Kami uji kalian) dengan kesusahan dan kesenangan, dengan sehat dan sakit, dengan kekayaan dan kefakiran, serta dengan yang halal dan yang haram. Semuanya adalah ujian.”
Kalimat istirjaa diawali dari kata : Inna..(tasydid di hurup nun). Ini menunjukkan nun litta’kid. Artinya sesuatu yang serius. Perlu diyakini karena memang pasti, menutup adanya kemungkinan lain, atau sesuatu yang menujukkan hukum yang pasti.
Lebih dahsyat lagi, karena inna (pendek) kemudian menyatu dengan naa, dari kata nahnu. dibaca panjang menjadi:innaa..). mengandung Takziimunnafsi yang berarti menunjuk pada Keagungan zat Tuhan. Identik dengan sesuatu yang teramat dahsyat. Menunjukkan kejadian yng tidak biasa, atau sesuatu yang tidak mudah mencari solusinya. .
Istirja' hakikatnya adalah ucapan terhadap segala musibah yang menimpa seseorang. Yang rendah sederhana maupun musibah yang sulit solusinya termasuk didalamnya musibah kematian. ”Hendaklah kalian mengucapkan istirja’ terhadap segala sesuatu bahkan terhadap tali sandal yang putus karena ini termasuk juga musibah.” (HR. al Bazzar)
Para tenaga medis dan ahli obat-obatan di seluruh dunia belakangan ini sedang berjuang keras menemukan solusi, pencegahan, dan penghentian mewabahnya virus Corona. Bukan hanya Indonesia yang sampai sekarang masih terus mencari strategi. Beberapa kota di negara besar lainnya di dunia mengalami nasib serupa. Ramai nya kota besar seperti :- Las Vegas di Amerika- Beijing di China- London Inggris- dan kota besar lainnya saat ini semua Lockdown. Semua takut, semua diam, semua tidak bisa berbuat apa apa.! Sejumlah negara mulai menutup perbatasannya. Tempat-tempat yang biasanya ramai, kini menjelma menjadi kota hantu karena berbagai kebijakan karantina wilayah hingga penutupan sekolah dan pembatasan kegiatan yang mengumpulkan banyak orang.
Situasi ini merupakan respons terhadap wabah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pertanyaan awamnya, kapankah semua ini berakhir dan kehidupan kembali normal?
Kata istirjaa, semestinya menjadi pengikat manusia kepada sang khaliq yang diyakini sebagai sumber penyelesai masalah. Pointnya, kenapa kita separu hati menggantungkan sepenuhnya pada kuasa Tuhan. Keimanan bukan teoritis tapi praktik sikap mental dan prilaku seseorang atas responnya dengan berbagai persoalan yang ia terima. Maka jangan lupa bahwa era pandemi Covid-19 ini, adalah juga era ujian terbesar keimanan umat manusia.
Memahami Istirjaa yang adalah sebuah ucapan kematian sekaligus juga energi yang menggerakkan bagi roda kehidupan baru. Maka pada sisi waktu ditengah alam yang berpenyakit seperti sekarang ini, saya mengajak perkenan para sahabat untuk mengamalkan istirjaa disambung dengan hawqalah yakni: Innaa lillaahi wainna ilaahi Raajiuun-lahawlaa wala quwwata illa billahil aliyyil adziim. Membacanya dan mengulanginya sehabis shalat maghrib atau seusai shalat shubuh. Sebanyak-banyaknya!.
Jalan Istirjaa adalah jalan kepasrahan diri kepada Allah, pintu awal taqarrub sang hamba kepada Tuhannya. Oleh karena itu keyakinan istirjaa dan hawqalah sebagai instrumen taqarrub seolah “memberi alasan” bagi Tuhan untuk mengambil alih segala persoalan yang membelit kehidupan mahluknya. Maka yang berat dan menakutkan akan menjadi sederhana dan biasa.
Jadi kapan pandemi Corona berakhir ? Sampai semua umat manusia beristirjaa: innaalillaahi wainnaa ilaihi raajiuun. Maksudnya bukan harus mengalami kematian dahulu, tetapi dalam perjalanannya kemudian sejauh mana manusia berusaha jujur mengidentifikasi diri nya ditengah harmonisasi alam raya , berupaya mewujudkan rahman rahiim sebagai penabur kasih sayang bagi sesama. Jauh dari serakah dendam dan benci. Menyerahkan semua urusan dan persoalan hanya kepada gusti Allah SWT, Tuhan yang Maha Suci .
Sahabat.."Surat Terbuka dari Corona". catatan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat saya kutip disini untuk turut serta mengingatkan semua kita.
“Jika hari-hari ini kamu bingung, takut, heboh, kalang kabut karena kami, tidakkah kamu menyadari bahwa ini semua hanyalah semata akibat
dari kecongkaan dan kebodohanmu dalam menjalani hidup di muka bumi ini? Sebagaimana kami komunitas corona, kamu manusia juga sebagai tamu
di muka bumi ini. Sifat dan ukuran fisik kami memang berbeda, itu semua kuasa Tuhan.
Meski ukuran kami super kecil yang tidak berpendidikan seperti kamu, pada kesempatan ini ingin menyampaikan nasehat dan peringatan.
Dengarkan dan renungkan nasehat kami. Hendaknya kalian manusia berperilaku yang santun, tahu diri, sebagai tamu jangan merusak rumah yang
kamu kunjungi. Silakan manusia berkreasi dengan kekuatan head dan hand, tapi dengarkankah heart yang ada dalam sanubarimu.
Yaitu suara hati lokus cahaya ilahi yang akan memberi jalan terang kehidupan dan sumber cinta kasih pada sesamanya, termasuk hewan dan
tumbuh-tumbuhan sesama penghuni yang sah di bumi Tuhan ini. Berhentilah kalian adu kekuatan dan kesombongan.
Kami ingatkan, kekuatan kami komunitas corona ini belum keluar dan merebak semuanya untuk menyampaikan pelajaran padamu dengan cara dan
bahasa kami. Oleh karena itu, berhentilah dari sikap rakus, merasa perkasa dan semena-mena di planet bumi yang kecil ini di tengah semesta
yang tak bertepi. Marilah kita hidup bersahabat saja. Kalau kalian mau hidup rukun, sederhana, bumi tak akan kekurangan untuk memenuhi
kebutuhanmu. Bumi ini sangat menyayangi, mencintai dan melayani manusia.
Janganlan menjadi tamu dan anak yang durhaka, yang ujungnya hanya akan mencelakakan diri kalian semua. Kalau mau bertobat pada Tuhanmu dan
saling menyayangi serta menolong sesamanya, tak lama lagi kami akan kembali ke habitat kami. Tetapi jika masih mengingkari kuasa Tuhan dan
saling bertengkar dan bermusuhan, mungkin kami masih betah di sini untuk menonton kebodohanmu".
Sahabat.. mari kita beristrjaa, mengamalkan membaca ini sebanyak banyaknya disambung dengan lahawlaa walaaquwwata (hawqalah) seusai shalat subuh dan shalat maghrib. Itulah kalimat pamungkas yang menjadi energi bagi menjauhnya semua hal-hal buruk dari mahluk Allah. Karena Allah akan segera mengembalikkan ke tempatnya semula. Allah akan memperjalankan semua mahluk di koridornya masing-masing. Dengan Kuasa Allah, dari Allah dan akan kembali kepada Allah SWT. Semoga pandemi Corona akan segera berakhir.
Mengajar di SMK Pariwisata Metland, Menerima layanan Konseling Spiritual dan Trainer Humanitarian Programe
Merasa Nyaman bersama Tuhan
Seseorang biasanya merasa nyaman
karena memiliki sandaran yang kuat dalam hidupnya. Seperti seorang anak
yang merasa nyaman jika bersamanya ada
orang tua yang mendampingi dan membantu mewujudkan keinginannya atau seorang
istri yang merasa nyaman jikasuami tersayang selalu hadir mendampingi dan
menghargai perasaannya.
Pertanyaannya, apakah rasa nyaman itu tetap ada jika sesuatu
yang menjadi sandaran tersebut tidak lagi ada bersama kita?
Saudaraku .. anak, istri demikian
juga tahta dan kuasa adalah jenis sandaran yang akan hilang, pergi dan mati pada waktunya..Maka hanya Allah SWT Tuhan yang Maha Abadi. Sekarang,
saat kita menyembahNya, menyebut dan mengagungkan namaNya, adakah rasa nyaman
itu hadir dalam jiwa, hati dan pikiran
kita?
Hanya iman yang bisa menjawab. Jika
ketenangan masih tertelan gundah, kedamaian masih tersimpan di angan angan, tetaplah
bertahan, karena kita masih bertuhan,
Teruslah beristighfar seraya jujur
mengakui kelemahan diri dihadapan Allah SWT. Tak lama setelah itu, tengoklah
Allah pasti berikan jalan keluarnya. Silakan mencoba.
Mengajar di SMK Pariwisata Metland, Menerima layanan Konseling Spiritual dan Trainer Humanitarian Programe
Langganan:
Postingan (Atom)
ASKETISME saat Stay at Home
Sudah hampir satu bulan pemerintah Indonesia menghimbau sosial distancing dan swakarantina di rumah. Bosan karena terperangkap di rumah ...
-
“Industri perhotelan fokus memberikan pelayanan terbaik kepada tamu. Karena itu, jangan heran apabila pekerjaan ini menuntutmu untuk bisa ...
-
Sudah hampir satu bulan pemerintah Indonesia menghimbau sosial distancing dan swakarantina di rumah. Bosan karena terperangkap di rumah ...
-
Seseorang biasanya merasa nyaman karena memiliki sandaran yang kuat dalam hidupnya. Seperti seorang anak yang merasa nyaman jika ber...